Monday, October 5, 2015

Hakikat Manusia dan Pendidikan



LAPORAN PENGANTAR PENDIDIKAN
Tentang Hakikat Manusia dan Pendidikan

Kelas I/Pagi

Kelompok I
Dian Mahendra                            : NIM. E1C013005
Ahmad Junaidi                             : NIM. E1C013001
Ari Septia Perdamaian Pulungan : NIM. E1C013002
Baiq Haula                                   : NIM. E1C013003
Baiq Musniati                               : NIM. E1C013004




S1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA IDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2013

KATA PENGATAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang hakikat manusia dan pendidikan ini. Selanjutnya shalawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yaitu Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup umat manusia.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mataram, September 2013
Penyusun











A.      PENDAHULUAN
Berbicara tentang pendidikan, berarti berbicara tentang manusia. Hal ini disebabkan karena manusia adalah objek dari pendidikan dan pendidikan yang dilakukan adalah untuk manusia. Sacrotes dalam (Fathoni, 2012: 2) mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Manusia menjadi sosok sentral di alam dunia, karena manusia mengurus dirinya sendiri dan juga mengurus alam. Manusia membuat peraturan sendiri untuk mengatur dirinya sendiri dan  manusia juga membuat peraturan sendiri untuk mengatur alam. Dalam realitas kehidupannya sehari-hari seluruh kegiatan di alam yang dilaksanakan oleh manusia diatur oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu kerusakan dan kelestraian alam tergantung pada manusia sebagai sosok sentralnya. Jadi, sudah seharusnya manusia mengenali hakikat manusia yang sebenarnya.
Kelestarian manusia dan alam harus tetap terjaga dengan sebaik-baiknya. Untuk itu manusia harus dibekali dengan ilmu pengetahuan, sehingga manusia dapat menjadi manusia yang sesungguhnya dan mengetahui eksistensinya di alam dunia sebagai sosok sentral yang harus menjaga kelestariannya sendiri dan kelestarian alam dunia. Tujuan ini hanya bisa diwujudkan melalui bimbingan dan pengajaran dari orang lain dalam proses pendidikan.

B.       PEMBAHASAN
1.      Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia
a.      Pengertian Hakikat Manusia
Ada berbagai pendapat tentang manusia, tergantung pada sudut pandang masing-masing orang. Beberapa diantaranya telah memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.
Manusia adalah makhluk bertanya yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.Tidak hanya ingin mengetahui tentang segala sesuatu yang ada di luar dirinya, manusia juga berusaha mencari tahu tentang siapa dirinya sendiri.
Dalam kehidupannya yang nyata, manusia mempunyai banyak sekali perbedaan, baik tampilan fisik, strata sosial, kebiasaan maupun pengetahuannya. Tetapi, dibalik perbedaan itu terdapat satu hal yang menunjukkan kesamaan di antara semua manusia, yaitu semua manusia adalah manusia. Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial dari setiap manusia itulah yang kemudian disebut hakikat manusia. Atau dengan kata lain hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia menjadi apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus(Wahyudin, 2008: 1.4).
Sementara itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 3) mengungkapkan bahwa hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipiil membedakan manusia dengan hewan.  Wujud hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan) menurut paham eksistensialisme adalah sebagai berikut.
1)        Kemampuan menyadari diri;
2)        Kemampuan bereksistensi;
3)        Pemilikan kata hati;
4)        Moral;
5)        Kemampuan bertanggung jawab;
6)        Rasa kebebasan (kemerdekaan);
7)        Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak; dan
8)        Kemampuan menghayati kebahagiaan.
Hakikat manusia merupakan inti dari kemanusiaan manusia yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia dari awal penciptaannya  di muka bumi sampai perjalanannya kembali ke hadapan Sang Maha Pencipta (Prayitno, 2009: 14)
Berbeda dengan yang di atas, Mudyahardjo (2012: 17) mengungkapkan pandangan ilmiah dan filosofis tentang manusia. Secara ilmiah manusia adalah homo sapiens; organisme sosiobudaya; individu yang belajar; animal sociale (binatang yang hidup bermasyarakat); animal politicon (binatang yang hidup berpolitik); dan animal economicus (binatang yang terus berusaha memperoleh kemakmuran materiil). Sedangkan secara filosofis manusia adalah binatang yang berbuat; makhluk yang berpikir dan beriman/percaya; binatang yang berevolusi fisik, psikis, dan sosial; binatang yang bebas mewujudkan dirinya; animal symbolicum (mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk mengkomunikasikan pikirannya).
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat mulia, karena ia telah dilengkapi sejak awal penciptaannya dengan akal pikiran, sehingga atas dasar ini pula, ia sanggup memikul amanah Tuhan sebagai khalifah fi al-Ardl. Di samping itu, manusia dilengkapi dengan fitrah yang selalu cenderung kepada kebenaran. Artinya bahwa manusia adalah makhluk yang senantiasa cenderung untuk mengetahui siapa Tuhannya, di samping juga terdapat kecenderungan untuk beragama (Ahnan dan Syafa, 1994: 204).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah segala sesutu yang mendasar dari manusia yaitusebagai makhluk ciptaan Allah yang sangat mulia dan paling sempurna di alam dunia serta memiliki ciri-ciri karakteristik yang membedakannya dengan makhluk lain di alam dunia. Manusia adalah makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.

b.      Aspek-Aspek dan Dimensi Hakikat Manusia
Menurut Wahyudin (2008: 1.6) ada beberapa aspek hakikat manusia antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama).
1)        Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek kesadaran dan penyadaran diri. Oleh karena itu manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek). Terdapat dua pandangan filsafat yang berbeda tentang asal-usul alam semesta dan manusia, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, alam semesta dan manusia ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, alam semesta dan manusia  berkembang dari alam itu sendiri sebagai hasil evolusi. Sebaliknya Kreasionisme menyatakan bahwa adanya alam semesta dan manusia ini adalah hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2)        Manusia sebagai kesatuan badan-roh
Berkenaan dengan struktur metafisiknya  manusia adalah kesatuan badani-rohani yang tak dapat dibagi, serta memiliki perbedaan dan subjektivitas, karena itu manusia disebut makhluk  individual. Terdapat empat paham atas permasalahan manusia sebagai kesatuan badan-roh, yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan paham yang menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-ruh.
Menurut paham materialisme yang esensial dari manusia adalah badannya, bukan jiwa atau rohnya. Sedangkan paham idealisme mengungkapkan bahwa yang esensial dari manusia adalah rohnya atau jiwanya, bukan badannya. Sementara itu paham dualisme mengemukakan bahwa manusia  terdiri dari dua substansi yaitu badan dan jiwa, namun tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi antara keduanya.Paham keempat menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan dari hal yang bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnyaberbeda dengan tumbuhan, hewan maupun material.Dari penegasan ini, jelaslah bahwa manusia itu adalah kesatuan badani-rohani.
3)        Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, setiap manusia menpunyai perbedaan yang unik  dan khas karena tidak ada manusia yang sama persis. Walaupun ada yang mirip, belum tentu sifatnya sama.
4)        Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
5)        Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia memiliki  inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri.
6)        Manusia sebagai makhluk susila
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan.
7)        Manusia sebagai makhluk beragama
Aspek keagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Menurut Tirtahardja dan La Sulo (2010: 17) ada empat macam dimensi dalam hakikat manusia, yaitu:
1)        Dimensi keindividualan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas. Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2)        Dimensi kesosialan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3)        Dimensi kesusialaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4)        Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius yang mempercayai adanya kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esamanusia pun menganut agama tersebut.Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.

2.      Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan
a.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu hidup sesuai martabat kemanusiaannya. Pendidikan bersifat personalisasi atau individualisasi, yaitu bertujuan agar manusia menjadi pribadi atau individu yang mantap (Wahyudin, 2008: 1.29).
Pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remajayang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan dalam arti luas terbatas pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyahardjo, 2012: 3).
Sementara itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 33) mengemukakan bahwa pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk mejelaskan arti pendidikan secara lengkap. Adapun batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, yaitu sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu dianggap tabu diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
2)      Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, yaitu sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbukanya kepribadian peserta didik. Sistematis disebabkan karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural) dan sistemik disebabkan karena berlangsung dalam semua situasi, di semua lingkungan yang saling mengisi baik lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat.
3)      Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, yaitu sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan bangsa masing-masing. Bagi bangsa kita hal ini bertujuan agar peserta didik tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini sesuai denganUUD 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecualinya.
4)      Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja, yaitu sebagai suatu kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk siap bekerja. Hal ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
5)      GBHNmemberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonsia dan berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

b.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah kepada segenap pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Pendidikan formal (pada sistem persekolahan) pada umumnya memiliki empat jenjang tujuan, yaitu:
1)      Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
2)      Tujuan institusional, yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu.
3)      Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
4)      Tujuan instruksional, yaitu tujuan pokokbahasan dan subpokok bahasan dalam mata pelajaran.
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 39)

c.       Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik yang terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, mesu dan mikro. Pengelolaan proses dalam ruang lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pendidikan, SK Mentri, SK Dirjen,serta dokomem-dokomen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup mesu merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional kedalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup budaya dibawah tanggung jawab Kakanwil dan Depdikbud. Penggelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah maupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 40).

d.      Unsur-Unsur Pendidikan
Ada beberapa unsur-unsur pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1)      Subjek yang dibimbing (peserta didik)
2)      Orang yang membimbing (pendidik)
3)      Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4)      Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5)      Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6)      Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7)      Tempat di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 51)

e.       Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Sepanjang hidupnya manusia selalu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri sendiri dan kemajuan zaman. Prinsip pendidikan mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, meningkatkan self fulfillment (rasa kepenuhmaknaan) dan terarah kepada aktualisasi diri.
Konsep pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 43).
Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu konsep,idea, dan gagasan pokok yang dalam konsepnya belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal. Seseorang masih bisa mendapatkan pendidikan atas kemauanya setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning) atau belajar berkelanjutan. Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia lanjut (Yulita, 2012).

3.      Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal (Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 24).
a.      Perlunya Pendidikan Bagi Manusia
Sejak kelahirnannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai aspek hakikat kemanusiaan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa manusia hidup di dunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya, karena itu hakikat manusia pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan oleh setiap manusia. Adapun untuk menjadi manusia yang sesungguhnya diperlukan pendidikan atau harus dididik. “Man can become man through education only”, demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Wahyudin, 2008: 1.21).

b.      Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
Manusia perlu dididik, implikasinya manusia harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri. M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa manusia adalah animal educantum, dan ia memang adalah animal educabile. Ada lima asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa manusia dapat dididik, yaitu sebagai berikut.
1)      Asas potensialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk dapat menjadi manusia.
2)      Asas dinamika, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki dinamika untuk menjadi manusia yang ideal.
3)      Asas individualitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri.
4)      Asas sosialitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia hidup bersama dengan sesamanya, ia bergaul dengan orang lain, dan ada pengaruh timbal balik dari pergaulan tersebut.
5)      Asas moralitas, menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).
(Wahyudin, 2008: 1.23).

C.      PENUTUP
Kesimpulan
Manusia sebagai sosok sentral di alam dunia yang memiliki berbagai potensi seperti potensi intelektual, rasa, karsa, karya, dan religi sangat membutuhkan pendidikan agar potensi-potensi tersebut dapat terealisasikan hingga manusia dapat tumbuh dan berkembang secara fisik maupun non fisik. Pendidikan pada intinya bertujuan untuk membentuk manusia yang sesungguhnya atau memanusiakan manusia. Dalam hal ini pendidikan berperan penting dalam proses pendewasaan manusia, hingga manusia menjadi pribadi-pribadi yang unggul secara individu yang secara akumulatif akan membentuk formasi hubungan sosial yang unggul pula dan berbasis pada tata susila sesuai dengan norma yang ada.
Jadi, antara manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Manusia adalah objek dari pendidikan, dan pendidikan yang dilakukan adalah untuk manusia. Belajar tentang hakikat manusia akan menyempurnakan pendidikan dan belajar tentang hakikat pendidikan akan menyempurnakan manusia.


























DAFTAR PUSTAKA

Fatkhoni, Mukhamad. 2012. Hakikat Manusia dan Pengetahuan. Sumatera Selatan.

Mudyahardjo, Redja. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis. Jakarta: Kompas Gramedia.

Syara, Zacky dan Maftuh Ahnan. 1994. Filsafat Manusia. Lamongan: Terbit Terang.

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Wahyudin, Dinn. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Yulita, Nesha. 2012. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat. [Online] Available: http://neshayulita12.blogspot.com/2012/10/konsep-pendidikan-sepanjang-hayat.html [17 September 2013 Pukul 21.14 WITA].















PERTANYAAN DAN JAWABAN

Sesi 1
1.      M. Ibun Samhuri
-          Mengapa pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia?
-          Mengapa manusia harus dididik dan harus mendidik?
-          Apa tujuan sebenarnya dari penciptaan manusia?
Dijawab oleh

2.      Rauly
-          Apa hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?
-          Pengelolaan dalam ruang lingkup mesu merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional

3.      Lale Anggita
Apakah ateis termasuk hakikat manusia?

4.      Ihsani
-          Bagaimana pendapat anda tentang semakin maraknya pendidikan semakin merusak?
-          Apa yang dimaksud dengan kemampuan bereksistensi? Berikan contohnya!

5.      Tuti Nursihah
-          Manusia adalah hewan yang rasional, manusia memiliki daya nalar dan dapat berpikir logis. Bagaimana dengan manusia yang IQ nya rendah. Apakah ia juga manusia?
-          Apa yang dimaksud asas dinamika?

Sesi 2
1.    Wilianti
-       Manusia tidak akan menjadi manusia tanpa dimanusiakan. Apakah manusia akan kehilangan sifat dasarnya sebagai manusia apabila ia tidak dimanusiakan?
-       Apakah semua asumsi dari hakikat manusia harus dituangkan dalam pendidikan? (hendra)

2.    Nur Islami
Bagaimana sudut pandang anda tentang teori yang menyatakan bahwa manusia  berasal dari kera dan teori Al-Quran yang menyatakan bahwa manusia berasal dari tanah. (haula)
Jawaban :
     Pemikiran tentang adanya evolusi kehidupan didasarkan pada temuan adanya kemiripan antarspesies makhluk hidup. Perbedaan yang sifatnya gradual sangat mungkin disebabkan oleh seleksi alam.
       Dalam Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, maka sudah sepantasnya kita mengakui bahwa Al Qur’an adalah satu-satunya literatur yang paling benar dan bersifat global bagi ilmu pengetahuan. Termasuk ilmu tentang bagaimana proses pembentukkan manusia yang juga digambarkan sejelas-jelasnya
"Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib....." (QS. Al Baqarah (2) : 2-3)
       Dengan memperhatikan ayat tersebut maka kita seharusnya tidak perlu berkecil hati menghadapi orang-orang yang menyangkal kebenaran keterangan mengenai asal usul manusia. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki unsur utama yang dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu Iman kepada yang Ghaib. Ini sebenarnya tampak pula dalam pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh mereka dalam menguraikan masalah tersebut yaitu selalu diawali dengan kata kemungkinan, diperkirakan, dsb. Jadi sebenarnya para ilmuwanpun ragu-ragu dengan apa yang mereka nyatakan.

Tahapan kejadian manusia yang dijelaskan dalam Al-qur’an :
a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)
       Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As Sajdah (32) : 7)
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)
       Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu dalah surat Al Hijr ayat 28 dan 29 . Di dalam sebuah Hadits Rasulullah saw bersabda :
"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)
b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
       Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawanjenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah sati firman-Nya :
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) : 36)
       Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1 yaitu :
"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)
       Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :
"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam" (HR. Bukhari-Muslim)
       Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
c) Proses Kejadian Manusia Ketiga (semua keturunan Adam dan Hawa)
       Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.
Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).
       Islam, memandang manusia sebagi mahluk ciptaan Allah swt yang paling sempurna. Dia adalah mahluk pilihan yang “paling mulia kedudukannya dari pada mahluk-mahluk lain” ciptaan Allah swt. Begitu banyak keistimewaan yang dikaruniakan dalam diri manusia, mulai dari wujudnya yang paling indah dibanding dengan mahluk Allah swt yang lain, sampai pada komponen penyusun dalam diri manusia yang tidak yang menyamainya. Jadi disini sudah jelas manusia itu bukan berasal dari monyet karena manusia itu mahluk ciptaan Allah swt yang paling sempurna dan tidak ada yang menyerupainya.

       Berdasarkan beberapa uraian dalil al-qur’an di atas ternyata tidak ada yang menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan dari hasil evolusi seperti menurut Teori Darwin. Dengan kata lain, Al-qur’an tidak mendukung gagasan bahwa manusia diciptakan melalui suatu proses evolusi dari satu jenis ke jenis lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa manusia itu berasal dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Sama sekali jauh dari gambaran manusia si Darwin itu. Nenek moyang manusia bukanlah monyet/kera. Manusia bukan hasil evolusi dari monyet, karena manusia itu mahluk ciptaan Allah swt yang paling sempurna dan tidak ada yang menyerupainya. Antara manusia dan monyet tidak ada hubungan sama sekali, serta masing-masing mempunyai jalan kehidupan sendiri-sendiri.


3.    Muslehudin
Bagaimana pendapat anda tentang teori evolusionisme? (hendra

4.    Rizali Hadi
Apa yang dimaksud dengan humanisasi? (haula)
Jawaban:
Humanisasi berarti memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia, dengan melawan tiga hal yaitu dehumanisasi (objektivasi teknologis, ekonomis, budaya, atau negara), agresivitas (agresivitas kolektif, dan kriminalitas), loneliness (privatisasi, individuasi).

Humanisasi pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan. Jika dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan dunia, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi, sedang pendidikan sebagai praktik pembebasan dan humanisiasi memandang kesadaran sebagai suatu “hasrat (intention) terhadap dunia.

5.    Ririn
Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai kesatuan badan dan roh? (Hendra)

Sesi 3

1.    Halimah
Pasal 31 ayat 1 : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”
Apa yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di indonesia?
Jawaban :
Pendidikan merupakan salah satu jalan agar seorang manusia bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, dan sudah seharusnya Undang-Undnag mengatur tentang hal ini.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal tersebut terlihat bahwa di Indonesia kurang memperhatikan adanya pendidikan di Indonesia. Pemerintah selalu sibuk dengan urusan yang lainnya, sehingga acuh tak acuh dalam menghadapi permasalahan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, banyak masalah yang muncul akibat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tersebut. Seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
Setelah kita amati, terlihat jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.



No comments:

Entri Populer