LAPORAN PENGANTAR PENDIDIKAN
Tentang
Hakikat Manusia dan Pendidikan
Kelas
I/Pagi
Kelompok
I
Dian
Mahendra : NIM.
E1C013005
Ahmad
Junaidi : NIM. E1C013001
Ari
Septia Perdamaian Pulungan : NIM.
E1C013002
Baiq
Haula :
NIM. E1C013003
Baiq
Musniati : NIM.
E1C013004
S1 PENDIDIKAN BAHASA,
SASTRA IDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN
2013
KATA
PENGATAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang hakikat manusia dan pendidikan ini. Selanjutnya
shalawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yaitu Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup
umat manusia.
Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Mataram, September 2013
Penyusun
A.
PENDAHULUAN
Berbicara
tentang pendidikan, berarti berbicara tentang manusia. Hal ini disebabkan
karena manusia adalah objek dari pendidikan dan pendidikan yang dilakukan
adalah untuk manusia. Sacrotes dalam (Fathoni, 2012: 2) mengatakan bahwa
belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Manusia menjadi sosok sentral di
alam dunia, karena manusia mengurus dirinya sendiri dan juga mengurus alam.
Manusia membuat peraturan sendiri untuk mengatur dirinya sendiri dan manusia juga membuat peraturan sendiri untuk
mengatur alam. Dalam realitas kehidupannya sehari-hari seluruh kegiatan di alam
yang dilaksanakan oleh manusia diatur oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu
kerusakan dan kelestraian alam tergantung pada manusia sebagai sosok
sentralnya. Jadi, sudah seharusnya manusia mengenali hakikat manusia yang
sebenarnya.
Kelestarian manusia dan alam harus
tetap terjaga dengan sebaik-baiknya. Untuk itu manusia harus dibekali dengan
ilmu pengetahuan, sehingga manusia dapat menjadi manusia yang sesungguhnya dan
mengetahui eksistensinya di alam dunia sebagai sosok sentral yang harus menjaga
kelestariannya sendiri dan kelestarian alam dunia. Tujuan ini hanya bisa diwujudkan
melalui bimbingan dan pengajaran dari orang lain dalam proses pendidikan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia
a.
Pengertian
Hakikat Manusia
Ada
berbagai pendapat tentang manusia, tergantung pada sudut
pandang masing-masing orang. Beberapa diantaranya telah memandang manusia
sebagai makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk
yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.
Manusia adalah makhluk bertanya yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.Tidak
hanya ingin mengetahui tentang segala sesuatu yang ada di luar dirinya, manusia
juga berusaha mencari tahu tentang siapa dirinya sendiri.
Dalam
kehidupannya yang nyata, manusia mempunyai banyak sekali perbedaan, baik
tampilan fisik, strata sosial, kebiasaan maupun pengetahuannya. Tetapi, dibalik
perbedaan itu terdapat satu hal yang menunjukkan kesamaan
di antara semua manusia, yaitu semua manusia adalah manusia. Berbagai kesamaan yang
menjadi karakteristik esensial dari setiap manusia itulah yang kemudian disebut
hakikat manusia. Atau
dengan kata lain hakikat manusia adalah seperangkat
gagasan tentang “sesuatu yang olehnya”
manusia menjadi apa yang terwujud, “sesuatu
yang olehnya” manusia memiliki karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan
sebuah nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khusus(Wahyudin, 2008: 1.4).
Sementara
itu Tirtahardja dan La Sulo (2010: 3) mengungkapkan bahwa hakikat manusia adalah ciri-ciri
karakteristik yang secara prinsipiil membedakan manusia dengan hewan. Wujud hakikat manusia
(yang tidak dimiliki oleh hewan) menurut paham eksistensialisme adalah sebagai
berikut.
1)
Kemampuan menyadari
diri;
2)
Kemampuan bereksistensi;
3)
Pemilikan kata hati;
4)
Moral;
5)
Kemampuan bertanggung
jawab;
6)
Rasa kebebasan
(kemerdekaan);
7)
Kesediaan melaksanakan
kewajiban dan menyadari hak; dan
8)
Kemampuan menghayati
kebahagiaan.
Hakikat manusia merupakan inti dari
kemanusiaan manusia yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia dari
awal penciptaannya di muka bumi sampai
perjalanannya kembali ke hadapan Sang Maha Pencipta (Prayitno, 2009: 14)
Berbeda
dengan yang di atas, Mudyahardjo (2012: 17)
mengungkapkan pandangan ilmiah dan filosofis tentang manusia. Secara ilmiah
manusia adalah homo sapiens;
organisme sosiobudaya; individu yang belajar; animal sociale (binatang yang hidup bermasyarakat); animal politicon (binatang yang hidup
berpolitik);
dan animal economicus (binatang yang
terus berusaha memperoleh kemakmuran materiil). Sedangkan secara
filosofis manusia adalah binatang yang berbuat; makhluk yang berpikir dan
beriman/percaya; binatang yang berevolusi fisik, psikis, dan sosial; binatang
yang bebas mewujudkan dirinya; animal
symbolicum (mempunyai kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk
mengkomunikasikan pikirannya).
Manusia adalah makhluk Allah yang
sangat mulia, karena ia telah dilengkapi sejak awal penciptaannya dengan akal
pikiran, sehingga atas dasar ini pula, ia sanggup memikul amanah Tuhan sebagai khalifah fi al-Ardl. Di samping itu, manusia
dilengkapi dengan fitrah yang selalu cenderung kepada kebenaran. Artinya bahwa
manusia adalah makhluk yang senantiasa cenderung untuk mengetahui siapa
Tuhannya, di samping juga terdapat kecenderungan untuk beragama (Ahnan dan Syafa, 1994: 204).
Dari beberapa penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia adalah segala sesutu yang mendasar dari
manusia yaitusebagai makhluk ciptaan Allah yang sangat mulia dan paling
sempurna di alam dunia serta memiliki ciri-ciri karakteristik yang
membedakannya dengan makhluk lain di alam dunia. Manusia adalah makhluk yang
mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa,
dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan.
b.
Aspek-Aspek
dan Dimensi Hakikat Manusia
Menurut Wahyudin (2008: 1.6) ada
beberapa aspek hakikat manusia antara lain berkenaan dengan asal-usulnya
(contoh: manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisiknya (contoh: manusia
sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia
di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial,
sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk
beragama).
1)
Manusia sebagai makhluk
Tuhan
Manusia adalah subjek kesadaran dan penyadaran diri.
Oleh karena itu manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu
membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek).
Terdapat dua pandangan filsafat yang berbeda tentang asal-usul alam semesta dan
manusia, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme. Menurut Evolusionisme, alam semesta dan manusia
ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, alam semesta dan manusia berkembang dari alam itu sendiri sebagai
hasil evolusi. Sebaliknya Kreasionisme
menyatakan bahwa adanya alam semesta dan manusia ini adalah hasil ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
2)
Manusia sebagai
kesatuan badan-roh
Berkenaan dengan struktur metafisiknya manusia adalah kesatuan badani-rohani yang
tak dapat dibagi, serta memiliki perbedaan dan subjektivitas, karena itu
manusia disebut makhluk individual. Terdapat empat paham atas
permasalahan manusia sebagai kesatuan badan-roh, yaitu materialisme, idealisme,
dualisme, dan paham yang menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-ruh.
Menurut paham materialisme
yang esensial dari manusia adalah badannya,
bukan jiwa atau rohnya. Sedangkan paham idealisme
mengungkapkan bahwa yang esensial dari manusia adalah rohnya atau jiwanya,
bukan badannya. Sementara itu paham dualisme
mengemukakan bahwa manusia terdiri dari
dua substansi yaitu badan dan jiwa, namun tidak terdapat hubungan saling
mempengaruhi antara keduanya.Paham keempat menyatakan bahwa manusia adalah
kesatuan dari hal yang bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnyaberbeda
dengan tumbuhan, hewan maupun material.Dari penegasan ini, jelaslah bahwa
manusia itu adalah kesatuan badani-rohani.
3)
Manusia sebagai makhluk
individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan
perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai
pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai
individu, setiap manusia menpunyai perbedaan yang unik dan khas karena
tidak ada manusia yang sama persis. Walaupun ada yang mirip, belum tentu
sifatnya sama.
4)
Manusia sebagai makhluk
sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat
untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran,
perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan
dalam lingkungan manusia.
5)
Manusia sebagai makhluk
berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam
menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan hakikatnya
meliputi perbuatan manusia itu sendiri.
6)
Manusia sebagai makhluk
susila
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu
kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan
itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa
ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan.
7)
Manusia sebagai makhluk
beragama
Aspek keagamaan merupakan salah satu karakteristik
esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Menurut Tirtahardja dan La Sulo
(2010: 17) ada empat macam dimensi dalam hakikat manusia, yaitu:
1)
Dimensi keindividualan
Setiap anak manusia yang
dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau
menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas. Karena adanya
individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia
memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2)
Dimensi kesosialan
Dalam kehidupan sehari-hari
manusia selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Manusia hanya
menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat
hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat yang
terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di
dalam pergaulan sosial. Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya,
cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3)
Dimensi kesusialaan
Kesusilaan adalah kepantasan
dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila.
Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki
nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia
harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan
kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4)
Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia
adalah makhluk religius yang mempercayai adanya kekuatan yang menguasai alam
semesta ini. Dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esamanusia
pun menganut agama tersebut.Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia
adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.
2.
Pengertian
dan Unsur-Unsur Pendidikan
a.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan adalah humanisasi (upaya memanusiakan manusia),
yaitu suatu upaya dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar mampu
hidup sesuai martabat kemanusiaannya. Pendidikan bersifat personalisasi atau
individualisasi, yaitu bertujuan agar manusia menjadi pribadi atau individu
yang mantap (Wahyudin, 2008: 1.29).
Pendidikan dalam arti luas adalah
hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit pendidikan
adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak dan remajayang diserahkan kepadanya agar
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan dalam arti luas terbatas
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang
berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang (Mudyahardjo, 2012: 3).
Sementara itu Tirtahardja dan La
Sulo (2010: 33) mengemukakan bahwa pendidikan mengandung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah
batasan pun yang cukup memadai untuk mejelaskan arti pendidikan secara lengkap.
Adapun batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pendidikan
sebagai proses transformasi budaya, yaitu sebagai kegiatan pewarisan budaya
dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya. Ada tiga bentuk transformasi
yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran,
rasa tanggung jawab dan lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata
cara pesta perkawinan, dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks
yang dahulu dianggap tabu diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan
formal.
2) Pendidikan
sebagai proses pembentukan pribadi, yaitu sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbukanya kepribadian peserta didik.
Sistematis disebabkan karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap
bersinambungan (prosedural) dan sistemik disebabkan karena berlangsung dalam
semua situasi, di semua lingkungan yang saling mengisi baik lingkungan rumah,
sekolah maupun masyarakat.
3) Pendidikan
sebagai proses penyiapan warga negara, yaitu sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk menyiapkan
peserta didik agar menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan bangsa
masing-masing. Bagi bangsa kita hal ini bertujuan agar peserta didik tahu hak
dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini sesuai
denganUUD 1945 Pasal 27 yang
menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada
kecualinya.
4) Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja, yaitu sebagai suatu kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan untuk siap bekerja. Hal
ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
5) GBHNmemberikan
batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonsia dan berdasarkan Pancasila serta UUD
1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,
mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun
dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
b.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah kepada
segenap pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan.
Pendidikan formal (pada sistem
persekolahan) pada umumnya memiliki empat jenjang tujuan, yaitu:
1) Tujuan umum
pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
2) Tujuan institusional,
yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu.
3) Tujuan kurikuler,
yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
4) Tujuan instruksional,
yaitu tujuan pokokbahasan dan subpokok bahasan dalam mata pelajaran.
(Tirtahardja
dan La Sulo, 2010: 39)
c.
Proses
Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi
segenap komponen pendidikan oleh pendidik yang terarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, mesu
dan mikro. Pengelolaan proses dalam ruang lingkup makro berupa
kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan,
Peraturan Pendidikan, SK Mentri, SK Dirjen,serta dokomem-dokomen pemerintah
tentang pendidikan tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup
mesu merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional kedalam kebijakan
operasional dalam ruang lingkup budaya dibawah tanggung jawab Kakanwil dan Depdikbud.
Penggelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan
pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah maupun kelas,
sanggar-sanggar belajar dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 40).
d.
Unsur-Unsur
Pendidikan
Ada
beberapa unsur-unsur pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1) Subjek
yang dibimbing (peserta didik)
2) Orang
yang membimbing (pendidik)
3) Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4) Ke
arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5) Pengaruh
yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6) Cara
yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7) Tempat
di mana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
(Tirtahardja
dan La Sulo, 2010: 51)
e.
Konsep
Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Sepanjang hidupnya manusia selalu
dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan
inovatif terhadap diri sendiri dan kemajuan zaman. Prinsip pendidikan
mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan
itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan
sebagai anggota masyarakat, meningkatkan self
fulfillment (rasa kepenuhmaknaan) dan terarah kepada aktualisasi diri.
Konsep pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk
pengorganisasian dan perstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya
dan perstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang
paling muda sampai paling tua (Tirtahardja dan La
Sulo, 2010: 43).
Pendidikan sepanjang hayat adalah
suatu konsep,idea, dan gagasan pokok yang dalam konsepnya belajar itu tidak
hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal. Seseorang masih bisa
mendapatkan pendidikan atas kemauanya setelah ia selesai mengikuti pendidikan
di suatu lembaga pendidikan formal. Bedasarkan idea tersebut konsep belajar
sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning) atau belajar
berkelanjutan. Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan
zaman dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah
berusia lanjut (Yulita, 2012).
3.
Hubungan
Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia lahir telah dikaruniai
dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi
menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi
wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk
berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni
misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal
(Tirtahardja dan La Sulo, 2010: 24).
a.
Perlunya
Pendidikan Bagi Manusia
Sejak kelahirnannya manusia memang
adalah manusia, tetapi ia tidak secara otomatis menjadi manusia dalam arti
dapat memenuhi berbagai aspek hakikat kemanusiaan. Dalam konteks ini dapat
dipahami bahwa manusia hidup di dunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya, karena
itu hakikat manusia pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai
tugas yang harus diwujudkan oleh setiap manusia. Adapun untuk menjadi manusia
yang sesungguhnya diperlukan pendidikan atau harus dididik. “Man can become man through education only”,
demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Wahyudin, 2008:
1.21).
b.
Asas-Asas
Kemungkinan Pendidikan
Manusia perlu dididik, implikasinya
manusia harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri. M.J. Langeveld (1980)
menyatakan bahwa manusia adalah animal
educantum, dan ia memang adalah animal
educabile. Ada lima asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa
manusia dapat dididik, yaitu sebagai berikut.
1) Asas potensialitas,
menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk dapat
menjadi manusia.
2) Asas dinamika,
menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki dinamika untuk menjadi
manusia yang ideal.
3) Asas individualitas,
menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia memiliki kedirisendirian
(subjektivitas), ia berbeda dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk
menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri.
4) Asas sosialitas,
menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena ia hidup bersama dengan
sesamanya, ia bergaul dengan orang lain, dan ada pengaruh timbal balik dari
pergaulan tersebut.
5) Asas moralitas,
menyatakan bahwa manusia dapat dididik karena manusia memiliki kemampuan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk
berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).
(Wahyudin,
2008: 1.23).
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia sebagai sosok sentral di
alam dunia yang memiliki berbagai potensi seperti potensi intelektual, rasa,
karsa, karya, dan religi sangat membutuhkan pendidikan agar potensi-potensi
tersebut dapat terealisasikan hingga manusia dapat tumbuh dan berkembang secara
fisik maupun non fisik. Pendidikan pada intinya bertujuan untuk membentuk
manusia yang sesungguhnya atau memanusiakan manusia. Dalam hal ini pendidikan
berperan penting dalam proses pendewasaan manusia, hingga manusia menjadi
pribadi-pribadi yang unggul secara individu yang secara akumulatif akan
membentuk formasi hubungan sosial yang unggul pula dan berbasis pada tata
susila sesuai dengan norma yang ada.
Jadi, antara manusia dan pendidikan
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Manusia adalah objek dari
pendidikan, dan pendidikan yang dilakukan adalah untuk manusia. Belajar tentang
hakikat manusia akan menyempurnakan pendidikan dan belajar tentang hakikat
pendidikan akan menyempurnakan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Fatkhoni, Mukhamad. 2012. Hakikat Manusia dan Pengetahuan. Sumatera Selatan.
Mudyahardjo, Redja. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan
Praksis. Jakarta: Kompas Gramedia.
Syara, Zacky dan Maftuh Ahnan. 1994. Filsafat Manusia. Lamongan: Terbit
Terang.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Wahyudin, Dinn. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yulita,
Nesha. 2012. Konsep Pendidikan Sepanjang
Hayat. [Online] Available: http://neshayulita12.blogspot.com/2012/10/konsep-pendidikan-sepanjang-hayat.html [17 September
2013 Pukul 21.14 WITA].
PERTANYAAN DAN JAWABAN
Sesi 1
1.
M. Ibun Samhuri
-
Mengapa pendidikan merupakan suatu
keharusan bagi manusia?
-
Mengapa manusia harus dididik dan harus
mendidik?
-
Apa tujuan sebenarnya dari penciptaan
manusia?
Dijawab oleh
2.
Rauly
-
Apa hubungan hakikat manusia dengan
pendidikan?
-
Pengelolaan dalam ruang lingkup mesu
merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional
3.
Lale Anggita
Apakah ateis
termasuk hakikat manusia?
4.
Ihsani
-
Bagaimana pendapat anda tentang semakin maraknya
pendidikan semakin merusak?
-
Apa yang dimaksud dengan kemampuan bereksistensi?
Berikan contohnya!
5.
Tuti Nursihah
-
Manusia adalah hewan yang rasional,
manusia memiliki daya nalar dan dapat berpikir
logis. Bagaimana dengan manusia yang IQ nya rendah. Apakah ia juga manusia?
-
Apa yang dimaksud asas dinamika?
Sesi
2
1.
Wilianti
-
Manusia tidak akan menjadi manusia tanpa
dimanusiakan. Apakah manusia akan kehilangan sifat dasarnya sebagai manusia
apabila ia tidak dimanusiakan?
-
Apakah semua asumsi dari hakikat manusia
harus dituangkan dalam pendidikan? (hendra)
2.
Nur Islami
Bagaimana
sudut pandang anda tentang teori yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera dan teori Al-Quran yang menyatakan bahwa manusia berasal dari tanah. (haula)
Jawaban :
Pemikiran tentang adanya evolusi kehidupan
didasarkan pada temuan adanya kemiripan antarspesies makhluk hidup. Perbedaan
yang sifatnya gradual sangat mungkin disebabkan oleh seleksi alam.
Dalam
Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam
kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, maka sudah sepantasnya kita mengakui
bahwa Al Qur’an adalah satu-satunya literatur yang paling benar dan bersifat
global bagi ilmu pengetahuan. Termasuk ilmu tentang bagaimana proses pembentukkan
manusia yang juga digambarkan sejelas-jelasnya
"Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada
yang ghaib....." (QS. Al Baqarah (2) : 2-3)
Dengan memperhatikan ayat tersebut maka
kita seharusnya tidak perlu berkecil hati menghadapi orang-orang yang
menyangkal kebenaran keterangan mengenai asal usul manusia. Hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki unsur utama yang dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu Iman
kepada yang Ghaib. Ini sebenarnya tampak pula dalam pernyataan-pernyataan
yang dikeluarkan oleh mereka dalam menguraikan masalah tersebut yaitu selalu
diawali dengan kata kemungkinan, diperkirakan, dsb. Jadi sebenarnya para
ilmuwanpun ragu-ragu dengan apa yang mereka nyatakan.
Tahapan kejadian manusia yang dijelaskan dalam
Al-qur’an :
a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)
Di
dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang
kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah
sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal
ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan
sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As
Sajdah (32) : 7)
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)
Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang penciptaan
manusia pertama itu dalah surat Al Hijr ayat 28 dan 29 . Di dalam sebuah Hadits
Rasulullah saw bersabda :
"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan
Adam itu (diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)
b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
Pada
dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam
keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak
menciptakan lawanjenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini
dijelaskan oleh Allah dalam salah sati firman-Nya :
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) :
36)
Adapun
proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An
Nisaa’ ayat 1 yaitu :
"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)
Di
dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :
"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan
dari tulang rusuk Adam" (HR. Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak
langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah
usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat
semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah
keturunan yang akan meneruskan generasinya.
c) Proses Kejadian Manusia Ketiga (semua
keturunan Adam dan Hawa)
Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa
kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al
Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.
Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara
biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling
Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).
Islam, memandang manusia sebagi mahluk
ciptaan Allah swt yang paling sempurna. Dia adalah mahluk pilihan yang “paling mulia kedudukannya dari pada
mahluk-mahluk lain” ciptaan Allah swt. Begitu banyak keistimewaan yang
dikaruniakan dalam diri manusia, mulai dari wujudnya yang paling indah
dibanding dengan mahluk Allah swt yang lain, sampai pada komponen penyusun
dalam diri manusia yang tidak yang menyamainya. Jadi disini sudah jelas manusia
itu bukan berasal dari monyet karena manusia itu mahluk ciptaan Allah swt yang
paling sempurna dan tidak ada yang menyerupainya.
Berdasarkan beberapa uraian dalil
al-qur’an di atas ternyata tidak ada yang menjelaskan bahwa manusia itu
diciptakan dari hasil evolusi seperti menurut Teori Darwin. Dengan kata lain,
Al-qur’an tidak mendukung gagasan bahwa manusia diciptakan melalui suatu proses
evolusi dari satu jenis ke jenis lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
manusia itu berasal dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian dibentuk
oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah
ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Sama sekali jauh dari gambaran
manusia si Darwin itu. Nenek moyang manusia bukanlah monyet/kera. Manusia bukan
hasil evolusi dari monyet, karena manusia itu mahluk ciptaan Allah swt yang
paling sempurna dan tidak ada yang menyerupainya. Antara manusia dan monyet
tidak ada hubungan sama sekali, serta masing-masing mempunyai jalan kehidupan
sendiri-sendiri.
3.
Muslehudin
Bagaimana
pendapat anda tentang teori evolusionisme? (hendra
4.
Rizali Hadi
Apa yang dimaksud
dengan humanisasi? (haula)
Jawaban:
Humanisasi berarti
memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan
kebencian dari manusia, dengan melawan tiga hal yaitu dehumanisasi (objektivasi
teknologis, ekonomis, budaya, atau negara), agresivitas (agresivitas kolektif,
dan kriminalitas), loneliness (privatisasi, individuasi).
Humanisasi pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan masyarakat
melalui ilmu pengetahuan. Jika dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan
dunia, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran
manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi, sedang pendidikan
sebagai praktik pembebasan dan humanisiasi memandang kesadaran sebagai suatu
“hasrat (intention)
terhadap dunia.
5.
Ririn
Apa yang
dimaksud dengan manusia
sebagai kesatuan badan dan roh? (Hendra)
Sesi
3
1.
Halimah
Pasal 31 ayat 1 : “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”
Apa yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di indonesia?
Jawaban :
Pendidikan
merupakan salah satu jalan agar seorang manusia bisa menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas, dan sudah seharusnya Undang-Undnag mengatur tentang
hal ini.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Hal tersebut terlihat bahwa di Indonesia kurang memperhatikan adanya pendidikan
di Indonesia. Pemerintah selalu sibuk dengan urusan yang lainnya, sehingga acuh
tak acuh dalam menghadapi permasalahan pendidikan di Indonesia. Oleh karena
itu, banyak masalah yang muncul akibat rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia tersebut. Seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia di
Indonesia.
Setelah kita
amati, terlihat jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan di berbagai
jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan yang menghambat penyediaan sumber
daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Faktor-faktor
yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih
menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan
khusus dalam dunia pendidikan yaitu rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas
guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya
kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan
kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.
No comments:
Post a Comment