Tuesday, July 28, 2015

Mematikan Jaringan WIFI menggunakan KALI LINUX

Dalam kesempatan kali ini , saya akan memberi tahu bagaimana cara mematikan jaringan orang dalam satu wifi menggunakan kali linux..
Sebelum saya memmulainya , akibat atau pun resiko dari yang anda lakukan bukan tanggung jawab saya ..

Berikut ini yang harus kita siapkan :
1. Os Kali Linux
2. Kesabaran haha


Step :

1. Buka terminal kali linux kalian :

2. Ketikan perintah " airmon-ng" Kegunaannya adalah untuk melihat interface berapa yang sedang aktif dalam pc atau laptop kalian :
 3. Setelah Terlihat interface berapa yang aktif anda dapat melanjutkan mengetikan perintah berikut " airmon-ng start wlan0"
Kegunaannya adalah untuk melakukan monitoring pada interface wlan0

Lihat yang di block itu tandanya adalah Mode Monitoring Anda telah aktif dengan kode "mon0"


4. Ketikan perintah "ifconfig" lalu lihat berapa mac address yang anda pakai contoh : "HWaddr 40:f0:2f:d1:f8:f9" Lalu copy

 5. Setelah kalian copy , lakukan perintah berikut " echo mac address >> blacklist.txt" artinya adalah membuat file txt dengan isi mac address yang di copy tadi

6. Sekarang jalankan " mdk3 mon0 d -b  blacklist.txt


7. Lihat saja apayang akan terjadi pada koneksi korban :)

Wednesday, July 8, 2015

SOSIOLOGI SASTRA DAN TEORI SOSIOLOGI

  1. TUGAS AKHIR MATA KULIAH SOSIOLOGI SASTRA
    “SOSIOLOGI SASTRA DAN TEORI SOSIOLOGI”
                        

    LOGO UNRAM WARNA


    TUGAS

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
    Studi Sosiologi Sastra pada Program Studi
    Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

    Oleh

    Kemas Omi Andrian
    NIM. E1C013013



    UNIVERSITAS MATARAM
    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
    2015

  1. Definisi sosiologi sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 855). Sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonimi serta khalayak yang ditujunya.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Selanjutnya Camte berkata bahwa sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil- hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis (Suekanto, 1982: 4).
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat pula (Luxenburg, Bal, dan Willem G. W. terjemahan Dick Hartoko. 1084: 23 ).
Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini menfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.
Hubungan antara  (aspek-aspek ) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana system masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai pandangan pengarang.
Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara satra dan masyarakat,  literature is an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup (  Wellek and Werren, 1990: 110 ).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat diteliti melalui:
1.  Sosiologi Pengarang
Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.
 2.  Sosiologi Karya Sastra
Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan masalah-masalah sosial.
3.  Sosiologi Pembaca
Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ).
Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.
Karya sastra kita kenal sebagai karya imajinasi yang lahir bukan atas kekososngan jiwa namun juga atas realitas yang terjadi di sekeliling penarang. Hal ini tentu tidak lepas dari unsure yang membangun karya sastra tersebut yang meliputi unur intrinsik (unsure yang membangun karya sastra dari dalam dan unsure ekstrinsik (unsure yang membangun karya sastra dari luar). Salah satu contoh kajian sktrinsik karya sastra adalag konflik sosial yang hal tersebut tercakup dalam kajian sosiologi sastra.
Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur sosial dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran tentang cara­-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia ; karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.
Menurut Wolf terjemahan Faruk mengatakan, “Sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu disiplin ilmu yang tanpa bentuk; tidak terdefinisikan dengan baik , terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general; yang masing-masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan antara seni dan kesusasteraan dengan masyarakat ( 199 : 3 ).
  1. Teori Sosiologi Emile Dhurkheim Marx
BIOGRAFI EMILE DURKHEIM
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika. Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris. Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanannya ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. DI sinilah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Perancis. Ini adalah sebuah prestasi istimewa karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di Universitas Perancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di sekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan moral. Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak-anak muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya terjadi di tengah masyarakat Perancis. Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya, The Devision of Labor in Societydalam bahasa Perancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W. Miller, 1993). Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat terkenal lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada tahun 1912. Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan oleh peran publik aktif yang dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997). Durkheim merasa sangat terluka oleh kasus Dreyfus itu, terutama oleh pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Namun Durkheim tidak mengaitkan pandangan anti-Yahudi ini dengan rasialisme di kalangan rakyat Perancis. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd, 1995). Ia berkata : Bila masyarakat mengalami penderitaan maka perlu menemukan seorang yang dapat dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Orang yang dapat dijadikan sebagai sasaran pembalasan dendam atas kemalangannya itu, dan orang yang menentang pendapat umum yang diskriminatif, biasanya ditunjuk sebagai kambing hitam yang akan dijadikan korban. Yang meyakinkan saya dalam penafsiran ini adalah cara-cara masyarakat menyambut hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan meluap di jalan raya.  Rakyat merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap sebagai penyebab penderitaan umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang harus disalahkan atas kesulitan ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam masyarakat mereka; kesusahan itu berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala sesuatu telah dilihat menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes, 1972:345). Perhatian Durkheim terhadap perkara Dreyfus berasal dari perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut Durkheim, jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di akhir kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat dilakukan secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih khusus, seperti menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap orang lain dan pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa menyebarkan rasa kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia mendesak rakyat agar “mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa yang mereka pikirkan dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan menentang kegilaan publik (Lukas, 1972:347).
Tetapi minat Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa ia menentang pemikiran yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya. Durkheim sebenarnya menamakan Marxisme sebagai “seperangkat hipotesis yang dapat dibantah dan ketinggalan zaman” (Lukes, 1972:323). Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik jangka pendek atau pada aspek ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan. Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem dimana didalamnya prinsip moral ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu diterapkan. Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi, tetapi pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur melalui jurnal L’annee Sociologique yang didirikannya tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim berada dipusatnya. Melalui jurnal itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis, mengingat serangannya terhadap bidang psikologi. Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Sosial Action (1973) karya Talcott Parsons.
2.   APA YANG DIMAKSUD FAKTA SOSIAL
Adalah setiap cara bertindak yang umumnya terdapat dalam suatu masyarakat tertentu yang yang memiliki eksistensinya sendiri terlepas dari manifestasi individu. Keharusan dalam mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai seorang anggota masyarakat merupakan suatu hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Berbagai tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang dipedomani oleh norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain tersebut dinamakan fakta sosial.
Fakta sosial yang dimaksud di atas merupakan salah satu konsep dari sosiologi; konsep dasar yang berhubungan dengan keberadaan individu di masyarakat. Memahami fakta sosial dapat membantu memberikan penjelasan mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma sosial bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan.
Istilah fakta sosial pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli sosiologi sosiolog Perancis Émile Durkheim pada abad ke-19 dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim (dan para pengikutnya) ketika melakukan penelitian terkait masyarakat, antara lain struktur sosial,norma kebudayaan, dan nilai sosial yang dimasukan dan dipaksakan kepada individu. Menurut Durkheim fakta sosial adalah seluruh cara bertindak,baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manivestasi individual. Tujuan Durkheim adalah agar sosiologi memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris. Oleh karena itu, Durkheim menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa studi atas fakta sosial.
Fakta sosial dijabarkan dalam beberapa gejala sosial yang abstrak, misalnya hukum, adat kebiasan, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak Nampak. Yang dominan dalam hal ini adalah masyarakat.
Fakta sosial berangkat dari asumsi umum bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau karakteristik individu lainnya. Lebih lagi, karena gejala sosial merupakan fakta riil, maka gejala-gejala itu dapat dipelajari dengan metode empiris, yang memungkinkan satu ilmu tentang masyarakat dapat dikembangkan.
Sebagai suatu gejala sosial, fakta sosial berbeda dengan gejala individual. Sebagai gejala sosial, ia mempunyai tiga karakteristik utama. Pertama, gejala sosial bersifat eksternal. Artinya, fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu dantidak bisa didefinisikan atau diciptakan oleh individu.
Kedua, fakta sosial memaksa individu. Seorang individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dipengaruhi oleh pelbagai fakta sosial dalam lingkungan masyarakat. Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta sosial. Seperti yang Durkheim katakan : “Tipe – tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu titu sendiri”. Ini tidak berarti bahwa individu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya.
Ketiga, fakta bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan, dan juga bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar – benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini.
3. JENIS – JENIS FAKTA SOSIAL
   Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
1.       Dalam bentuk material, artinya mudah dipahami karena dapat diamati, disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.
2.       Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertenti, ialah individu. Akan tetapi Durkheim yakin bahwa ketika seseorang mulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Menurut Durkheim, hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia dan ia juga mengatakan bahwa masyarakat bukan hanya semata-mata kumpulan individu saja walaupun faktanya masyarakat memang terdiri dari individu-individu, namun dia hanya bisa dipahami dengan mempelajari interaksi dan bukannya dengan mempelajari individu.
Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial
Karena fakta sosial nonmaterial sangat penting bagi Durkheim, maka kita mengetenggahkan pembahasan singkat empat jenis fakta non-material di bawah ini:
a. Moralitas
Perspektif  Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu dan bersifat memaksa individu. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada kesehatan moral masyarakat modern.
Bahkan salah seorang teman Durkheim telah menulis bahwa tidak akan bisa memahami karya Durkheim jika belum memahami fakta moralitas karena moralitas adalah inti dan objek dari karya-karya Durkheim. Hal ini bukan berarti Durkheim menganggap masyarakat menjadi, atau tengah terancam bahaya tidak bermoral. Bagi Durkheim moralitas hanya bisa diidentifikasi dengan masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, namun pasti bisa kehilangan kekuatan moral jika kepentingan kolektif masyarakat hanya terdiri dari kepentingan-kepentingan individu belaka. Selama moralitas adalh fakta sosial, maka dia akan mengalahkan kepentingan dirim ereka.
b. Kesadaran Kolektif
Kesadaran kolektif adalah seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular.
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut keseluruhan kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan dari basis material. Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa terwujud melalui kesadaran-kesadaran individual.
Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama , lebih dari masyarakat modern.
c. Representasi Kolektif
Karena kesadaran kolektif merupakan merupakan sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak memiliki bentuk yang tetap, oleh karena itu tidak mungkin dipelajari secara langsung akan tetapi mesti didekati melalui relasi fakta sosial material. Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif.
Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.
d.  Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang terbentuk dalam kumpulan publik. Arus sosial kurang konkret dibanding fakta sosial karena fakta sosial tidak bisa direduksi pada individu. Kita diseret oleh arus sosial, dan ia memiliki kekuatan untuk memaksa kita meski kita baru bisa menyadarinya ketika kita bergulat melawan perasaan ini. Arus sosial bisa dilihat sebagai serangkaian makna yang disepakati dan dimiliki bersama oleh seluruh angota kelompok. Karena itu, arus sosial tersebut tidak bisa dijelaskan berdasarkan suatu pikiran individual tertentu.
e. Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa

4. FAKTA SOSIAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ANALISIS SOSIOLOGI
Fakta sosial bersifat eksternal, umum(general), dan memaksa (coercion).Fakta sosial mempengaruhi tindakan-tindakan manusia.Tindakan individu merupakan hasil proses pendefinisian realitas sosial, serta bagaimana orang mendefinisikan situasi. Asumsi yang mendasari adalah bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif dalam membangun dunia sosialnya sendiri. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan oleh Emile Durkheim sebagai barang sesuatu (Thing) yang berbeda dengan ide.
Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia. Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam:
Ø Dalam bentuk material : yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata, contohnya arsitektur dan norma hukum.
Ø Dalam bentuk non-material : yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta ini bersifat intersubjektif yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia, sebagai contoh egoisme, altruisme, dan opini.
Dalam melakukan pendekatan terhadap pengamatan fakta sosial ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang banyak untuk ditempuh, baik interview maupun kuisioner yang terbagi lagi menjadi berbagai cabang dan metode-metode yang semakin berkembang. Kedua metode itulah yang hingga kini masih tetap dipertahankan oleh penganut paradigma fakta sosial sekalipun masih adanya terdapat kelemahan didalam kedua metode tersebut.

  1. Analisis naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” dengan teori sosiologi Emile Dhurkheim Marx
Di dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” banyak sekali hal-hal yang berbau sosial, sehingga ini akan menarik untuk dianalisis dengan teori sosiologi Emile Dhurkheim Marx yang secara langsung membahas tentang teori sosiologi.
Ada beberapa hal yang dibahas dalam teori sosiologi Emile Dhurkheim Marx, antara lain.
a.       Fakta sosial
Adalah setiap cara bertindak yang umumnya terdapat dalam suatu masyarakat tertentu yang yang memiliki eksistensinya sendiri terlepas dari manifestasi individu. Keharusan dalam mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai seorang anggota masyarakat merupakan suatu hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Berbagai tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang dipedomani oleh norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain tersebut dinamakan fakta sosial.
Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” ini terdapat banyak sekali fakta sosial. Antara lain.
-          Tata cara perlakuan para tokoh dengan lawan mainnya. Misalnya saja perlakuan si cucu terhadap kakeknya. Si cucu sangat menghormati kakeknya karena umur kakeknya jauh lebih tua jika dibandingkan dirinya. Perlakuan semacam ini sudah di atur dalam norma-norma dan adat istiadat Negara kita tentang bagaimana cara berperilaku dengan orang yang lebih tua dari kita.
-          Emile Dhurkheim Marx juga menyebutkan bahwa fakta sosial merupakan salah satu konsep dari sosiologi; konsep dasar yang berhubungan dengan keberadaan individu di masyarakat. Memahami fakta sosial dapat membantu memberikan penjelasan mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma sosial bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan. Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” ini penulis menggambarkan dengan sangat gamblang bagaimana fakta sosial dapat memengaruhikeberadaan individu di dalam tengah masyarakat 

Ide Durkheim tenteng fakta sosial menjadikan sosiologi sebagai ranah yang lepas dari studi filsafat ataupun psikologi dan menjadi argumen yang paling meyakinkan untuk mempelajari masyarakat sebagaimana adanya sebelum memutuskan apakah sesungguhnya masyarakat itu. Durkheim mengelompokkan fakta sosial menjadi dua bagian, yaitu.
-          Dalam bentuk material, artinya mudah dipahami karena dapat diamati, disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum. Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” dengan jelas terlihat  fakta sosial dalam bentuk material yaitu lemahnya norma hokum yang berada di Indonesia. Di naskah drama ini diperlihatkan bahwa uang sudah menjadi pengaruh besar dalam kehidupan manusia. Sehingga, secara sadar dan tidak sadar kita sudah tunduk pada materi dan pada akhirnya materi menjadi ukuran terakhir seseorang akan dipandang lebih tinggi dalam masyarakat.
-          Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertenti, ialah individu. Akan tetapi Durkheim yakin bahwa ketika seseorang mulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Menurut Durkheim, hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia dan ia juga mengatakan bahwa masyarakat bukan hanya semata-mata kumpulan individu saja walaupun faktanya masyarakat memang terdiri dari individu-individu, namun dia hanya bisa dipahami dengan mempelajari interaksi dan bukannya dengan mempelajari individu. Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” ini terlihat jelas bentuk egoisme dari seorang lurah yang ingin memeras si kakek dengan cara mengancam akan membongkar rahasia si kakek pada saat jaman peperangan dulu kepada seluruh masyarakat. Agar mendapatkan apa yang dia inginkan, si lurah ini pun menghalalkan segala cara mulai dari memanfaatkan keadaan si kakek yang buta huruf hingga memerkosa cucu si kakek. Dalam naskah ini juga digambarkan bentuk altruisme dari sang kakek terhadap lingkungan sekitar. Sang kakek dalam naskah ini merupakan mantan seorang pejuang Indonesia yang berhasil selamat dari medan perang dan meraih kemerdekaan. Dia dulunya pernah membunuh teman seperjuangannya sendiri. Hal ini dia lakukan bukan atas kemauannya sendiri melainkan permintaan dari temannya sendiri. Ini membuktikan bahwa sang kakek memiliki jiwa altruisme yang sangat besar.
Durkheim membagi lagi jenis fakta sosial nonmaterial ke dalam beberapa bentuk  yaitu.


Moralitas
Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” digambarkan bagaiamana moralitas seorang pejabat pemerintahan sangatlah bobrok. Haus akan kekuasaan dan masih takut dengan pejabat yang lebih tinggi darinya. Untuk mendapatkan apa yang diinginkan, akhirnya segala cara ditempuh mulai dari menipu, memeras, hingga memerkosa. Hal-hal semacam ini timbul akibat kurangnya nilai moralitas yang berada dalam dirinya.
Durkheim mengatakan bahwa masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, namun pasti bisa kehilangan kekuatan moral jika kepentingan kolektif masyarakat hanya terdiri dari kepentingan-kepentingan individu belaka. Selama moralitas adalah fakta sosial, maka dia akan mengalahkan kepentingan diri mereka
                  Kesadaran Kolektif
Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” digambarkan bagaiamana kurangnya kesadalaran kolektif dari para pejabat pemerintahan. Ini disebabkan moralitas yang sudah bobrok sehingga menyebabkan kesadaran kolektifnya menghilang. Di dalam naskah ini digambarkan dengan jelas bawa kesadaran dari pak lurah sangatlah tidak ada. Pak lurah tidak lagi menghormati hak-hak orang lain karena tertutupi oleh keserakahan akan kekuasaan. Pak lurah tidak perduli lagi akan hak asasi manusia dan pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama , lebih dari masyarakat modern.

  Representasi Kolektif
Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” digambarkan bagaimana perjuangan sang kakek bersama dengan para pejuang yang lain untuk menumpas belada. Naskah ini umumnya menceritakan tentang kondisi kemerdekaan indonesia yang sekarang. Akan tetapi, dalam naskah ini juga disinggung bagaimana representasi kolektif masyarakat terhadap perjuangan orang-orang pada saat penjajahan yang dilakukan oleh belanda selama 350 tahun.
                   Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang terbentuk dalam kumpulan publik. Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” digambarkan dengan jelas bagaimana para tokoh menggambarkan luapan semangat, amarah dan rasa kasihannya. Misalnya saja si kakek. Perasaan semangat si kakek tergambar ketika ia menceritakan bagaimana dia melawan para penjajah tanpa takut mati. Sang kakekpun meluapkan rasa marahnya ketika melihat cucunya sudah tidak perawan lagi akibat keserakahan pak lurah yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Karena kejadian tersebut, sang kakek merasa kasihan kepada cucunya yang tidak bersalah dan langsung mengeluarkan amarahnya sehingga diambilnya senjata yang dulu pernah dipakainya untuk melawan belanda dan digunakan untuk membunuh pak lurah beserta antek-anteknya yang biadab itu. Dalam naskah tersebut para pemain diseret oleh arus sosial, dan ia memiliki kekuatan untuk memaksa meski para pemain baru bisa menyadarinya ketika kita bergulat melawan perasaan ini. Arus sosial bisa dilihat sebagai serangkaian makna yang disepakati dan dimiliki bersama oleh seluruh angota kelompok. Karena itu, arus sosial tersebut tidak bisa dijelaskan berdasarkan suatu pikiran individual tertentu.
Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa
Dalam naskah drama “merdeka dalam lingkaran setan” ini diceritakan bagaimana pikiran kelompok ini sangatlah dipengaruhi pemikiran individu. Pembuktiannya ialah pada saat anak buah pak lurah yang datang ke rumah kakek dengan kedok memberikan bantuan BLT kepada si kakek. Padahal isi dari surat itu ialah surat penyerahan hak tanah milik si kakek kepada PT. BLANK PLAZA CENTER. Anak buah pak lurah melakukan hal tersebut karena perintah dari pak lurah. Begitupun pak lurah. Dia melakukan hal tersebut karena perintah dari atasan. Dan begitu seterusnya.
Ini membuktikan bahwa sebenarnya pikiran kelompok berasal dari pemikiran individual akan tetapi pikiran individu tidak saling bersinggungan secara mekanis.
  1. Kesimpulan dan saran
- Kesimpulan
Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa teori sosiologi Emile Dhurkheim Marx menitik beratkan pada aspek fakta sosial. Fakta sosial merupakan salah satu konsep dari sosiologi; konsep dasar yang berhubungan dengan keberadaan individu di masyarakat. Memahami fakta sosial dapat membantu memberikan penjelasan mengenai latar belakang peranan agama dalam masyarakat yang menjadi acuan norma sosial bagi individu untuk melakukan berbagai tindakan. Fakta sosial menurut Dhurkheim dibagi menjadi dua yaitu fakta sosial yang berupa material dan nonmaterial. Fkata sosial yang berupa material ialah fakta sosial yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Misalnya saja, arsitektur dan norma hukum. Sedangkan fakta sosial yang berbentuk non material, Dhurkheim mengelompokkannya menjadi lima bagian, yaitu moralitas, kesadaran kolektif, representasi kolektif, arus sosial dan pikiran kelompok. Kelima hal tersebut merupakan hal yang saling berhubungan dan berkesinambungan. Misalnya saja kesadaran kolektif akan hilang jika tidak adanya moralitas dalam diri masyarakat atau individu dan begitu seterusnya. Dalam novel “merdeka dalam lingkaran setan” banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan teori sosiologi Dhurkheim. Ini membuat analisis yang dilakukan lebih mudah dan sangat menarik untuk ditelusuri. Hal-hal yang berbau fakta sosial seperti yang dikatakan Dhurkheim, sangat digambarkan dengan jelas di dalam naskah drama ini.
                - Saran
Dari hasil analisis di atas, saran yang dapat diberikan ialah masih banyak karya sastra yang dapat dianalisis menggunakan teori Dhurkheim ini, sehingga disarankan agar teroi ini digunakan untuk menganalisis karya sastra yang lain yang masih berkaitan dengan teori ini. Dan juga mengingat kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki oleh saya sebagai penganalisis, maka diharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki analisis selanjutnya.
  1. Daftar pustaka
Faruk . 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.




Entri Populer