ANALISIS
TINDAK TUTUR KOMIKA “WIRANAGARA” DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK

OLEH
KEMAS
OMI ANDRIAN
NIM
E1C013013
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu
budaya manusia yang sangat tinggi nilainya karena dengan bahasa manusia dapat
berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Dengan bahasa pula
manusia dimungkinkan dapat berkembang dan mengabstraksikan berbagai gejala yang
muncul di sekitarnya. Jelas bahwa bahasa sangat penting peranannya dalam
kehidupan sosial dan boleh dikatakan manusia berbahasa setiap hari mulai dari
bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula.
Bahasa tumbuh dan dibutuhkan
dalam segala aspek krhidupan masyarakat yang meliputi kegiatan bermasyarakat
seperti perdagangan, pemerintahan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, dan
sebagainya. Bahasa mampu menransfer keinginan, gagasan, kehendak, dan emosi
dari seseorang kepada orang lain (Chaer, 2003:38).
Menurut Sudaryanto (1990:21)
bahasa pada dasarnya memang merupakan alat atau sarana untuk komunikasi
antarmanusia. Bahasa juga merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia
dengan makhluk lain. Hal itu disebabkan karena manusia mempunyai kemampuan
untuk berpikir dan kemampuan untuk mengembangkan akal budinya. Dengan kemampuan
itu manusia mengembangkan suatu alat untuk berkomunikasi, guna mengungkapkan
pikirannya, perasaannya, ataupun keinginannya, yaitu bahasa.
Sebagai objek dalam
sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana
dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana
interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap kegiatan
kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir
sampai upacara pemakaman jenazah tentu saja tidak terlepas dari penggunaan
bahasa.
Dalam belajar bahasa tidak cukup
hanya mempelajari pengetahuan tentang bahasa, tetapi lebih dari itu bagaimana
bahasa itu digunakan. Bidang bahasa yang mengkaji bahasa beserta konteksnya
disebut pragmatik.
Ketika seseorang berkomunikasi,
ia juga harus melihat situasi dan kondisi saat berbicara, serta unsur-unsur
yang terdapat di dalam situasi tutur. Subyakto (1992:1) mendefinisikan
unsur-unsur yang terdapat dalam tindak tutur dan kaitannya dengan bentuk dan
pemilihan ragam bahasa, antara lain siapa berbicara, dengan siapa berbicara,
tentang apa, dengan jalur apa, dan ragam bahasa yang mana.
Bahasa biasa digunakan oleh siapa
saja dan di mana saja, dari situasi formal maupun non formal dan dari tempat
menuntut ilmu sampai tempat mencari nafkah. Sebagai contoh bahasa digunakan di
sekolah, pasar, kantor dan lain-lain.
- Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang
yang telah dijelaskan di atas, masalah tersebut perlu dirumuskan dan diwujudkan
dalam sebuah penelitian. Rumusan masalah penelitiannya sebagai berikut.
1. Bentuk
tindak tutur apa sajakah yang dilakukan oleh komika Wiranagara?
2. Jenis
tindak tutur lokusi apa sajakah yang dilakukan oleh komika wiranagara?
3. Jenis
tindak tutur ilokusi apa sajakah yang dilakukan komika Wiranagara?
4. Jenis
tindak tutur perlokusi apa sajakah yang dilakukan oleh komika Wiranagara?
- Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur dan
jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi yang dilakukan oleh komika
Wiranagara
- Manfaat Penelitian
Secara teoretis, penelitian ini
bermanfaat menambah wawasan yang berhubungan dengan pragmatik. Selain itu,
penelitian ini mempunyai manfaat mengetahui secara kongkrit mengenai bentuk
tindak tutur dan jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi yang
dilakukan oleh komika Wiranagara.
Secara praktis, penelitian ini
mempunyai manfaat untuk mengetahui kekhasan tuturan komika Wiranagara. Kekhasan
tersebut terlihat pada monolog yang dilakukannya pada saat show.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan mengenai
implikatur pernah dilakukan oleh Ristri Wahyuni mahasiswa Universitas Ahmad
Dahlan Yogyakarta tahun 2011 dengan judul “Implikatur dan Struktur Butir Utama
Wacana dalam Iklan Kartu Handphone (Provaider)
di Internet” tahun 2011. Penelitian ini mengidentifikasi dua permasalahan yaitu
implikatur dalam iklan kartu handphone di internet dan struktur butir utama
dalam iklan kartu handphone di internet. Pengumpulan data dengan menggunakan
teknik rekam, teknik simak, dan teknik catat.
Makna implikatur yang terdapat dalam
tuturan-tuturan kartu handphone meliputi (1) penutur menyuruh atau memberikan
perintah atau meminta lawan tutur untuk memakai produk yang diiklankan, (2)
penutur mempengaruhi lawan tutur untuk membeli produk, (3) penutur mengajak lawan
tutur memakai produk, (4) penutur meyakinkan lawan tutur mengenai kualitas
produk yang baik, (5) penutur mengira mitra tutur sudah menggunakan produk yang
diiklankan, (6) penutur membujuk untuk merayu lawan tutur, (7) penutur
mengingatkan lawan tutur untuk tidak lupa memakai produk yang diiklankan (9)
penutur meminta tolong kepada lawan tutur, (10) penutur memuji produk yang
dipakai (11) penutur telah mengetahui kualitas produk, (12) penutur memaksa
lawan tutur untuk membeli produknya (13) penutur tidak mempunyai dan tidak
memakai produk yang diiklankan (14) penutur merasa sedih dan kecewa dengan
mitra tutur, (15) penutur terpengaruh dengan tuturan iklan (16) penutur
membohongi lawan tutur (17) penutur menipu lawan tutur, (18) penutur menasehati
lawan tutur.
Struktur butir iklan yang terdapat
dalam iklan kartu handphone terdiri dari (1) proposisi yang menekankan
keuntungan calon konsumen sebanyak 9 iklan, (2) Proposisi yang membangkitkan
rasa ingin tahu para calon konsumen sebanyak 2 iklan, (3) proposisi yang
menuntut perhatian lebih banyak 1 iklan, (4) proposisi yang berupa pertanyaan
yang menuntut perhatian lebih dari proposisi yang menekankan keuntungan calon
konsumen sebanyak 1 iklan, (5) proposisi yang memberikan komando dan menekankan
keuntungan calon konsumen sebanyak 8 iklan.
Persamaan penelitian tersebut dengan
yang dilakukan oleh peneliti adalah keduanya menganalisis makna implikatur.
Perbedaannya adalah Ristri Wahyuni menggunakan struktur butir utama iklan,
sedangkan peneliti mencari wujud implikatur.. Selain itu objek penelitian juga
berbeda, Ratri Wahyuni meneliti tentang Wacana dalam Iklan Kartu Handphone (Provaider) di Internet sedangkan
peneliti menganalisis implikatur pada Stand
Up Comedy-an. Acara Stand Up Comedy merupakan
acara yang tergolong baru, jadi walaupun dianalisis dengan menggunakan
implikatur, peneliti yakin akan ditemukan hal-hal baru dalam penelitian ini.
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Pengertian Pragmatik
Definisi pragmatik dikemukakan oleh
beberapa ahli dengan redaksi yang berbeda. Thomas (1995: 22), dengan
mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi
antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran,
mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction).
Morris (1960) mengatakan bahwa
pragmatik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari pemakaian tanda, yang secara
spesifik dapat diartikan sebagai cara orang menggunakan tanda bahasa dan cara
tanda bahasa itu diinterpretasikan. yang dimaksud orang menurut definisi
tersebut adalah pemakai tanda itu sendiri, yaitu penutur.
Menurut Leech (1993:8), Pragmatik
adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar
(speech situations) yang meliputi
unsur-unsur penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan,
waktu, dan tempat.
Yule
(1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik , yaitu:
a. Bidang yang
mengkaji makna penutur
b. Bidang yang
mengkaji makna menurut konteksnya
c. Bidang yang melebihi kajian tentang makna yang
diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh
pembicara
d. Bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak
sosial yang membatasi participant yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahawa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji
segala aspek makna tuturan berdasarkan maksud penutur.
2.2.2.
Aspek-aspek Situasi Ujar
Pragmatik
adalah suatu kajian yang makna dan hubungannya dengan situasi ujar. adapun
aspek-aspek dalam situasi ujar, yaitu:
a.
Yang menyapa
(penyapa) atau yang disapa (pesapa).
Orang yang menyapa (penutur) dan
orang (petutur). Jadi, penggunaan penutur dan petutur membatasi pragmatic pada
bahasa lisan saja.
b. Konteks
sebuah tuturan
Berkaitan dengan lingkungan fisik
dan sosial sebuah tuturan. Konteks diartikan sebagai suatu pengetahuan latar
belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur yang membantu petutur
menafsir makna tuturan.
c.
Tujuan
sebuah tuturan
Berkaitan
dengan maksud penutur mengucapkan sesuatu.
d. Tuturan
sebagai bentuk tindakan atau kegaiatn tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan
tindak-tindak atau performansi-performansi verbal yang terjadi dalam situasi
dan waktu tertentu.
e.
Tuturan
sebagai produk tindak verbal
Tindak ilokusi / ilokusi untuk
mengacu pada tindakan-tindakan tuturan seperti yang dinyatakan dalam dan
memakai istilah tuturan untuk mengacu pada tindakan tuturan seperti yang telah
diterangkan dalam tindak ujar. Dengan memakai istilah tuturan untuk mengacu
produk linguistic tindakan tersebut. Dengan demikian, dalam komunikasi yang
berorientasi tujuan, meneliti sebuah tuturan merupakan usaha merekonstruksi
tindakan apa yang menjadi tujuan penutur ketika ia meronstruksi tindakan apa
yang menjadi tujan penutur ketika ia memproduksi tuturannya.
2.2.3.
Wujud Tuturan
Wujud tuturan adalah bentuk tuturan
yang digunakan penutur untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Menurut
Alwi (2003) wujud tuturan tersebut berupa tuturan kalimat berita (kalimat
deklaratif), kalimat tanya (kalimat interogatif), kalimat perintah (kalimat
imperatif) dan kalimat seru (kalimat ekslamatif).
a.
Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)
Kalimat berita juga dikenal dengan
kalimat deklaratif. Dari segi bentuknya ada yang berbentuk inversi, runtut,
bentuk aktif, bentuk pasif, dan sebagainya (Alwi, 2003: 353) dalam pemakaian
bahasa bentuk kalimat berita umumnya digunakan oleh pembicara untuk membuat
pertanyaan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau pembacanya.
b.
Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)
Kalimat tanya disebut juga kalimat
interogatif. Kalimat tanya berfungsi untuk menyanyakan sesuatu. Secara formal
kalimat tanya ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa,
kapan dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas (Alwi,
2003: 353). Berdasarkan nilai komunikatifnya kalimat tanya dibedakan menjadi
kalimat interogatif informasi dan kalimat interogatif konfirmatoris. Kalimat
interogatif informatif menuntut pendengar memberikan informasi kepada
pembicara, sedangkan kalimat interogatif konfirmatoris menuntut pendengar
supaya menyatakan setuju atau tidak setuju mengenai hal yang diungkapkan oleh
pembicara (Lapoliwa via Nadar, 2009: 72)
c.
Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)
Kalimat perintah atau suruh juga
dikenal dengan kalimat imperatif. Kalimat perintah berfungsi untuk memerintah
atau meminta agar lawan tutur melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh
penutur. Ditinjau dari isinya, kalimat perintah dapat dibedakan menjadi enam
jenis. (Alwi 3003: 353)
1)
Perintah atau suruhan biasa, jika
pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu.
2)
Perintah halus, jika pembicara
tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilakan
lawan bicara sudi berbuat sesuatu.
3)
Permohonan, jika pembicara meminta
lawan bicara melakukan sesuatu demi kepentingannya.
4)
Ajakan dan harapan, jika pembicara
mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu.
5)
Larangan atau perintah negatif, jika
pembicara menyuruh agar jangan melakukan sesuatu.
6)
Pembiaran, jika pembicara meminta
agar jangan dilarang.
Ciri-ciri kalimat perintah yaitu:
-
Intonasi yang ditandai nada rendah
di akhir tuturan
-
Pemakaian partikel penegas,
penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan
-
Susunan inversi sehingga urutanyya
menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika diperlukan
-
Pelaku tindakan tidak selalu
terungkap.
d.
Kalimat Seru (Kalimat Eksklamatif)
Kalimat seru juga disebut kalimat
eksklamatif. Secara formal kalimat seru ditandai dengan kata alangkah, betapa,
dan bukan main pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat seru ini juga
dinamakan kalimat interjeksi biasa digunakan untuk menyatakan perasaan kagum
atau heran (Alwi 2003: 362).
2.2.4.
Implikatur
a. Hakekat Implikatur
Implikatur dikenalkan Grice (1975),
Pratt (1981), Brown & Yule (1986), Carston (1991) dalam beberapa karya
mereka. Istilah implikatur diantonimkan dengan istilah eksplikatur. Secara
sederhana implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang
ditimbulkan oleh yang tersurat (eksplikatur). Implikatur dimaksudkan sebagai
suatu ujaran yang menyiratkan suatu yang berbeda dengan yang sebenarnya
diucapkan. Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti menyatakan sesuatu
secara tidak langsung.
Grice (dalam Soeseno, 1993:30 via
Mulyana) mengemukakan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu
yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut
maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain,
implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang
tersembunyi.
Secara etimologis, implikatur diturunkan dari implikatum. Secara nominal, istilah ini hampir sama dengan implication. Yang artinya maksud,
pengertian, keterlibatan (Echols, 1984:313 via Mulyana). Dalam lingkup analisis
wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan
pembicaraan.
Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai jembatan atau rantai yang
menghubungkan antara “yang diucapkan” dan “yang diimplikasikan”. Jadi, suatu
dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkan penafsiran yang tidak
langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah diketahui oleh
para pembicara, dan karenanya tidak perlu diungkapkan secara eksplisit. Dengan
berbagai alasan, implikatur justru sering disembunyikan agar hal yang
diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok.
Lebih jauh, PWJ Nababan (1987: 28) via Mulyana menyatakan bahwa implikatur
berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses
komunikasi. Konsep ini kemudian dipahami untuk menerangkan perbedaan antara hal
“yang diucapkan” dengan hal “yang diimplikasikan”.
b.
Konsep Implikatur
Implikatur dalam suatu percakapan atau wacana dialog diperlukan antaralain
untuk (Levinson via Mulyana 2005: 13-14) pertama
konsep implikatur menjelaskan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak
terjangkau oleh teori-teori linguistik struktural. Kedua, konsep implikatur memberiakn penjelasan yang tegas dan
eksplisit tentang bagaima keungkinan pemakai bahasa dapat menangkap pesan
walaupun hal yang diucapkan secara lahiriah berbeda dengan hal yang di maksud. Ketiga, konsep implikatur dapat
menyederhanakan strktur dan isi deskripsi semanti. Keempat, konsep implkikatur dapat menjelaskan beberapa fakta dan
gejala kebahasaan yang secara lahiriah tidak berkaitan.
c.
Jenis-jenis Implikatur
Grace (1975:44) via Mulyana menyatakan bahwa ada dua jenis implikatur,
yaitu conventional implicature
(implikatur konvensional) dan conversation
implicature (implikatur percakapan). Berikut ini merupakan penjelasan dari
kedua implikatur tersebut.
1) Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional ialah implikatur yang ditentukan oleh arti
konvensial kata-kata yang dipakai. Maksudnya adalah pengertian yang sifatnya
umum dan konvensional. Semua orang umumnya sudah mengetahui (mafhum) tentang
maksud dan pengertian sesuatu hal tertentu.
Contoh:
Lestari putri Solo, jadi ia luwes.
Implikasi umum yang dapat diambil antara putri Solo dengan luwes adalah
selama ini kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang
penuh dengan kehalusan dan keluwesan putri-putrinya. Implikasi yang muncul
adalah, bahwa perempuan atau wanita Solo umumnya dikenal luwes penampilannya.
Implikatur konvensional bersifat nontemporer. Artinya makna atau pengertian
tentang suatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem yang terdapat dalam suatu
bentuk ujaran, dapat dikenai implikasinya karena maknanya yang tahan lama dan
sudah diketahui secara umum.
2) Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian lebih bervariasi.
Pasalnya pemahaman terhadap hal yang dimaksudkan sangat bergantung pada konteks
terjadinya percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu tindak
percakapan (speech act). Oleh
karenanya, implikatur tersebut bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya
tindak percakapan), dan non kenvensional (sesuatu yang diimpikasikan tidak
mempunyai relasi langsung dengan tuturan yang diucapkan) (Levinson, 1991:177
via Mulyana).
Contoh:
Ibu: Ani, adikmu belum makan.
Ani: ya, Bu. Lauknya apa?
Percakapan antara ibu dengan Ani mengandung implikatur yang bermakna
‘perintah menyuapi’. Dalam tuturan itu tidak ada sama sekali bentuk perintah.
Tuturan yang diucapkan ibu hanyalah pemberitahuan bahwa ‘adik belum makan’.
Namun karena Ani dapat memahami implikatur yang disampaikan ibunya, ia menjawab
dan kesiapan untuk melaksanakan perintah ibunya tersebut.
Grice (dalam Wiryotinoyo,
1996:40-41) menyampaikan bahwa ada lima ciri implikatur konversasional
(percakapan). Pertama, dalam keadaan tertentu implikatur percakapan
dapat dibatalkan, baik dengan cara eksplisit atau pun dengan cara kon-tekstual (cancellable).
Kedua, ketidakterpisahan dengan cara mengatakan sesuatu itu sehingga orang
memakai tuturan bermuatan implikatur percakapan untuk menyampaikannya (nondetachable).
Ketiga, implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari
kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur percakapan tidak masuk dalam makna
konvensional tuturan tersebut (nonconventional). Keempat, kebenaran isi
implikatur percakapan tidak tergantung pada apa yang dikatakan (calculable).
Kelima, implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang
pasti sifatnya (indeterminate).
Keberadaan implikatur
dalam suatu percakapan (wacana dialog) diperlukan antara lain untuk:
a) Memberi penjelasan
fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori
linguistik struktural
b) Menjembatani proses
komunikasi antar penutur
c) Memberi penjelasan yang
tegas dan eksplisit tentang bagaimana kemungkinan pemakai bahasa dapat
menangkap pesan, walaupun hal yang diucapkan secara lahiriah berbeda dengan hal
yang dimaksud.
d) Dapat menyederhanakan pemerian semantik
dari perbedaan hubungan antarkalusa, meskipun klausa-klausa itu dihubungkan
dengan kata dan struktur yang sama
e) Dapat menerangkan
berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang secara lahiriah tidak berkaitan
(Levinson dalam PWJ Nababan, 1987:28 via Mulyana).
2.2.5. Stand Up Comedy
a.
Pengertian Stand Up Comedy
Stand
Up Comedy merupakan
bentuk dari seni komedi atau melawak yang disampaikan secara monolog kepada
penonton. Biasanya ini dilakukan secara live
dan komedian akan melakukan one man show.
Meskipun di sebut dengan stand up comedy,
komidian tidaklah selalu berdiri dalam menyampaikan komedinya. Ada beberapa
komidian yang melakukannya dengan duduk dikursi persis seperti orang yang
sedang bercerita.
Dalam masalah penampilan,
pertunjukan ini bisa dikatakan tidaklah terlalu ribet mengaturnya. Begitu sederhananya bentuk pertunjukan ini,
seorang komedian bisa tampil meski dengan hanya memakai t-shirt dan celana pendek. Meski demikian, tetaplah tidak mudah
untuk menjadi pelaku Stand Up Comedy.
Selain faktor "harus bisa melucu", tekanan mental juga pasti akan
hadir selama penampilan. Jika lelucon yang diberikan tidak dimengerti atau
bahkan tidak dianggap lucu, para audiens tentu tidak akan tertawa dan yang
lebih parah mereka malah mencibir komedian yang tampil. Pelaku Stand Up Comedy disebut Stand Up Comic atau Comic.
b. Sejarah Stand Up Comedy
Dalam
sejarahnya, Stand Up Comedysendiri
telah ada di abad ke 18 di Eropa dan Amerika. Disana pelaku komedian ini biasa
disebut dengan "stand up comic"
atau secara singkat disebut dengan "comic".
Para comic ini biasanya memberikan
beragam cerita humor, lelucon pendek atau kritik-kritik berupa sindiran
terhadap sesuatu hal yang sifatnya cenderung umum dengan berbagai macam sajian
gerakan dan gaya.
Beberapa comic pun bahkan menggunakan alat peraga
untuk meningkatkan performa mereka di atas panggung. Stand Up Comedy biasanya dilakukan di kafe, bar, universitas dan
teater.
Dalam Stand Up Comedy, seorang comic seharusnya memiliki konsep atau materi sebagai bahan lelucon dan tak mustahil jika terdapat lelucon yang berbau cabul, rasis dan vulgar di Stand Up Comedy. Mereka biasanya membuat script dan catatan-catatan kecil dalam rangka untuk mempermudah mereka dalam berkomedi.
Dalam Stand Up Comedy, seorang comic seharusnya memiliki konsep atau materi sebagai bahan lelucon dan tak mustahil jika terdapat lelucon yang berbau cabul, rasis dan vulgar di Stand Up Comedy. Mereka biasanya membuat script dan catatan-catatan kecil dalam rangka untuk mempermudah mereka dalam berkomedi.
Di luar
negeri ada banyak comicterkenal,
misalnya, adalah Jerry Seinfield, Eddie Izzard, Akmal Saleh, Daniel Tosh, dan
lain lain. Aktor Hollywood terkenal seperti Woody Allen, Rowan Atkinson, Chris
Rock, Will Ferrell dan Jim Carrey yang pernah bergelut di bidang ini. Rata-rata
dari mereka, bintang Hollywood mengawali karirnya surut pertama di dunia Stand Up Comedysebelum dikenal seperti
sekarang ini.
Di Indonesia
sendiri, Stand Up Comedysebenarnya
sudah ada sejak dahulu. Nama-nama beken seperti (alm) Taufik Savalas, Butet
Kertaradjasa dan Ramon P. Tommybens telah lama ada di Stand Up Comedy di Indonesia. Perkembangan terakhir, muncul
nama-nama baru lagi seperti Iwel, Pandji Pragiwaksono, Asep Suadji serta
Raditya Dika.
Dulu Stand Up Comedy kurang mendapat respon
yang dari masyarakat, mungkin pada saat itu masyarakat cenderung lebih suka
akan "physical comedy" dari
pada Stand
Up Comedy. Namun sekarang Stand Up
Comedy hadir kembali untuk memberi alternatif hiburan di tengah semaraknya
hiburan komedi yang kelihatannya hanya "begitu - begitu saja".
Secara
tradisi sebenarnya masyarakat Indonesia sudah mengenal Stand Up Comedy. Hanya saja mungkin dalam kemasan yang sedikit
berbeda. Beberapa diantaranya adalah:
1) Dagelan Mataram misalnya, biasanya
memulai acara dengan memunculkan seorang pelawak yang bermonolog, sebut saja
misalnya Basiyo. Setelah ger-geran
antara lima hingga sepuluh menit, barulah format kelompok beraksi.
2) Pertunjukan ketoprak. Di pertunjukan
ketoprak, khusunya pada segmen dagelan, seorang pelawak biasanya membuka
komunikasi beberapa saat dengan penonton kemudian disusul interaksi dengan
pelawak atau pemain lain.
3) Kesenian Ludruk. di pertunjukan
ludruk, sesi Jula-juli, menampilkan pelawak tunggal yang selain menyanyikan
lagu Jula-juli dengan syair-syair kocak yang terus-menerus diperbarui, juga
bermonolog sambil menyelipkan bahan-bahan lucu di antara celetukan-celetukan
ringannya.
4) Wayang. Meski wayang isinya tidak
seratus persen mengenai komedi. Namun saat punakawan muncul, ki dalang selalu
menampilkan sisi komedi. Ki dalang pada saat itu hampir bisa dikatakan berperan
sebagaimana layaknya seorang comic.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Subjek dan Objek Penelitian
Menurut KBBI (2002:1093) subjek
penelitian merupakan pokok pembicaraan atau pokok bahasan dalam penelitian,
sedangkan objek penelitian berarti hal yang dijadikan sasaran untuk diteliti.
Subjek penelitian ini adalah bahasa
yang digunakan para comic dalam acara
Stand Up Comedy lakon Koper di Metro
Tv. Objek penelitian ini adalah implikatur dalam acara Stand Up Comedy lakon Koper di Metro Tv.
B.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode simak karena cara yang diperoleh data dilakukan dengan
menyimak penggunaan bahasa (Mahsun 2007: 92). Istilah menyimak di sini tidak
hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan
bahasa secara tertulis. Teknik pengumpulan data merupakan upaya peneliti
penyediakan data secukupnya yang hanya bertujuan untuk kepentingan analisis
(Sudaryanto via Wahyuni, 2011: 41).
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak, teknik dokumentasi dan
teknik catat. Teknik simak dilakukan untuk menyimak data yang akan diteliti.
Teknik simak ini menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC) yaitu si
peneliti hanya berperan sebagai pengamat pengguna bahasa oleh para informannya
(Mahsun, 2004: 93).
Dalam teknik SBLC alat yang
digunakan adalah diri peneliti sendiri. Akan tetapi dalam teknik SBLC peneliti
tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan
salon data, kecuali hanya sebagai pemerhati (Mahsun, 2004:93). Dalam hal ini
peneliti mengamati atau memperhatikan tanyangan acara Stand Up Comedy yang ditayangkan di Metro Tv. Stand Up Comedy lakon Koper ini ditayangkan 2 episode yaitu tanggal
17 dan 18 Februari 2012 jam 22.00 WIB. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengunduh video Stand Up
Comedy lakon Koper dari You Tube, tujuannya
adalah untuk melihat kembali tayangan tersebut sehingga proses penelitian
menjadi lebih mudah. Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika
menerapkan metode simak dengan teknik di atas.
Teknik catat dalam penelitian ini
dilakukan pada saat selesai terkumpul. Teknik catat dilakukan untuk memindahkan
data pada kartu data dan mengklasifikasikan kartu data. Hasil analisis kartu
data dimasukkan ke dalan lembar analisis data agar dapat disesuaikan dengan
konteksnya.
C.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah human
instrument yaitu manusia sebagai peneliti dengan pengetahuannya menjaring
data. Instrumen ini terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat
lunak dalam penelitian ini adalah kriteria-kriteria yang digunakan untuk
menetapkan bahwa tuturan dalam Stand Up
Comedy merupakan data penelitian. Kriteria tersebut meliputi wujud
pengungkapan implikatur dan jenis-jenis implikatur. Kriteria wujud implikatur
berupa kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya dan kalimat seru.
Perangkat keras dalam penelitian ini
menggunalan alat bantu berupa televisi untuk menonton acara Stand Up Comed di Metro Tv, laptop untuk
memutar kembali video Stand Up Comedy
dan flasdisk untuk menyimpan data, kartu data dan alat tulis. Kartu data
digunakan untuk mencatat dan megidentifikasi data yang ditemui. Kemudian alat
tulis digunakan untuk mencatat data-data yang relevan. Penggunaan kartu data
mempermudah peneliti dalam pengecekan data. Selai itu alat tulis berfungsi
sebagai alat bantu untuk mencatat data-data relevan yang diperoleh dari sumber data tersebut.
Contoh bentuk kartu data:
Comic : Wira Nagara
Dta :komisi pemberantasan kawan
Wjd :kalimat berita
Imp : disidik-sidik aku sama
komisipemberantasan kawan itu.
01/240212
|
Keterangan:
Comic : Pelaku Stand
Up Comedy
Dta : data
Wjd : Wujud
Implikatur
Imp : implikatur
01 : urutan data
24 : tanggal
pengambilan data
02 : bulan
pengambilan data
12 : tahun
pengambilan data
D.
Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode padan. Yaitu metode dengan alat penentunya
berada di luar bahasa, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang
bersangkutan (Haugen dalam Soeparno, 2002: 119).
Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam menganalisis data yaitu mengatur dan mengurutkan data yang
terkumpul, melakukan analisis terhadap tiap-tiap data, memberikan kode, dan
dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Data yang sudah
diklasifikasikan diseleksi dan dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk
tabel-tabel rangkuman berdasarkan hasil temuan yang meliputi wujud tuturan dan
makna implikatur.